Mengapa Suku Bunga di Jepang Sangat Rendah?
Kebijakan Moneter untuk Mengatasi Deflasi: Jepang telah mengalami deflasi berkepanjangan sejak awal 1990-an. Indeks Harga Konsumen (CPI) menunjukkan pertumbuhan harga yang stagnan atau negatif selama bertahun-tahun. Sebagai contoh, pada tahun 2013, CPI Jepang hanya tumbuh sebesar 0,4% setelah bertahun-tahun mengalami deflasi. Untuk mengatasi deflasi ini, Bank of Japan (BoJ) menerapkan kebijakan moneter yang sangat longgar, termasuk suku bunga nol atau negatif dan pelonggaran kuantitatif besar-besaran, dengan tujuan mendorong pinjaman dan investasi serta meningkatkan permintaan domestik.
Pertumbuhan Ekonomi yang Lambat: Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang telah tumbuh dengan laju yang sangat rendah selama beberapa dekade. Misalnya, pertumbuhan PDB riil tahunan Jepang rata-rata hanya sekitar 0,5% selama periode 1995-2020. Pada tahun 2019, pertumbuhan PDB riil Jepang hanya 0,7%, menunjukkan tantangan besar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Suku bunga rendah bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dengan membuat pinjaman lebih murah bagi perusahaan dan konsumen.
Demografi yang Tidak Menguntungkan: Jepang memiliki populasi yang menua dan menurun, yang berarti basis konsumen domestik semakin kecil. Menurut data dari World Bank, pada tahun 2020, sekitar 28% dari populasi Jepang berusia 65 tahun atau lebih. Pada tahun 2021, total populasi Jepang menurun sekitar 0,2%, dengan tingkat kelahiran yang rendah (kurang dari 1,4 anak per wanita) dan harapan hidup yang tinggi (lebih dari 84 tahun). Populasi yang menurun dan menua cenderung mengurangi permintaan domestik, sehingga BoJ mencoba untuk mengimbangi ini dengan suku bunga rendah untuk mendorong konsumsi dan investasi.
Ekspektasi Inflasi yang Rendah: Ketika ekspektasi inflasi rendah, konsumen dan bisnis cenderung menunda pembelian dan investasi karena mereka mengharapkan harga tidak akan naik atau bahkan turun. Survei BoJ mengenai ekspektasi inflasi menunjukkan bahwa konsumen dan bisnis mengharapkan inflasi yang sangat rendah atau bahkan deflasi. Pada tahun 2020, survei BoJ menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga mengharapkan inflasi kurang dari 1% dalam lima tahun ke depan. Suku bunga rendah diharapkan dapat mengubah ekspektasi ini dengan membuat pinjaman lebih menarik dan meningkatkan permintaan.
Yen yang Kuat: Yen Jepang sering dipandang sebagai mata uang safe-haven, yang berarti nilainya cenderung menguat selama periode ketidakpastian ekonomi global. Nilai tukar yen terhadap dolar AS sering menguat selama periode krisis keuangan global, seperti pada tahun 2008 dan 2020. Yen yang kuat membuat barang-barang impor lebih murah dan menekan inflasi. Dengan suku bunga rendah, BoJ berusaha untuk melemahkan yen agar ekspor lebih kompetitif di pasar internasional, yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan Pelonggaran Kuantitatif (Quantitative Easing): Bank of Japan telah membeli aset keuangan dalam jumlah besar sebagai bagian dari kebijakan pelonggaran kuantitatif. Pada akhir 2020, neraca BoJ mencapai lebih dari 700 triliun yen, hampir 140% dari PDB Jepang, menunjukkan skala besar dari kebijakan ini. Pelonggaran kuantitatif bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan menurunkan suku bunga jangka panjang, yang diharapkan dapat merangsang investasi dan konsumsi.
Tingkat Pengangguran yang Rendah: Jepang memiliki salah satu tingkat pengangguran terendah di dunia. Pada tahun 2020, tingkat pengangguran rata-rata di Jepang adalah sekitar 2,8%. Namun, tingkat pengangguran yang rendah tidak selalu berarti tekanan inflasi yang tinggi, terutama jika pertumbuhan upah juga stagnan. Di Jepang, pertumbuhan upah riil sering kali tetap rendah meskipun tingkat pengangguran rendah. Suku bunga rendah diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan investasi dan, pada akhirnya, upah.
Stabilitas Keuangan: Jepang memiliki rasio utang pemerintah terhadap PDB yang sangat tinggi, salah satu yang tertinggi di dunia. Pada tahun 2020, rasio ini mencapai sekitar 260%. Suku bunga rendah membantu pemerintah Jepang mengelola pembayaran bunga utang yang besar. Meskipun rasio utang sangat tinggi, biaya bunga yang harus dibayar relatif rendah karena suku bunga yang mendekati nol, menjaga beban pembayaran bunga pemerintah tetap terkendali.
Krisis Keuangan Global dan Pengaruhnya: Krisis keuangan global 2008 dan pandemi COVID-19 pada 2020 memicu pelonggaran moneter besar-besaran oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk BoJ. Setelah krisis 2008, BoJ menurunkan suku bunga dan meluncurkan program pelonggaran kuantitatif besar-besaran untuk menstabilkan ekonomi. Hal serupa terjadi selama pandemi COVID-19, dengan kebijakan moneter yang sangat longgar untuk mendukung ekonomi. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan likuiditas yang memadai dalam sistem keuangan dan mendukung pemulihan ekonomi.
Secara keseluruhan, suku bunga rendah di Jepang adalah hasil dari respons berkelanjutan terhadap tantangan ekonomi yang kompleks dan mendalam. Meskipun kebijakan ini memiliki tujuan yang jelas dalam merangsang pertumbuhan dan mengatasi deflasi, masa depan ekonomi Jepang akan sangat bergantung pada kemampuan negara tersebut untuk mengatasi tantangan struktural dan menyesuaikan kebijakan agar sesuai dengan dinamika global dan domestik yang berubah.
Belum ada Komentar untuk "Mengapa Suku Bunga di Jepang Sangat Rendah?"
Posting Komentar