Pahlawan dari Barus: Perjalanan K.H. Zainul Arifin yang Menginspirasi

K.H. Zainul Arifin
Kamu tahu nggak, siapa sosok keren yang satu ini? K.H. Zainul Arifin, meskipun lahir di tahun 1909, perjalanan hidupnya tuh super inspiratif banget! Bukan cuma ulama, beliau juga seorang pejuang dan politisi yang punya pengaruh besar di Indonesia. Mulai dari jadi Panglima Hizbullah sampai Ketua DPR, sepak terjangnya bikin kita sadar kalau semangat juang nggak kenal usia atau latar belakang. Gimana bisa seorang anak tunggal dari Barus, Tapanuli Tengah, berakhir menjadi salah satu tokoh penting di Indonesia? Yuk, kita lihat kisah hidupnya!

K.H. Zainul Arifin lahir pada 2 September 1909 di Barus, Tapanuli Tengah, dan dibesarkan sebagai anak tunggal dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Sultan Ramali, berasal dari keturunan raja Barus, sedangkan ibunya, Siti Baiyah Nasution, dari keluarga bangsawan di Mandailing. Namun, hidupnya nggak selalu mulus. Ketika masih kecil, orang tuanya bercerai, dan Zainul dibawa ibunya ke berbagai daerah, mulai dari Kotanopan hingga Kerinci di Jambi. Di Kerinci, ia menyelesaikan pendidikan di Hollands Indische School (HIS) dan melanjutkan ke sekolah calon guru, Normal School. Selain belajar formal, Zainul juga mendalami ilmu agama di madrasah dan surau, sambil belajar seni bela diri pencak silat.

Nggak cuma jago agama, Zainul juga berbakat di bidang seni. Ia bergabung dalam Stambul Bangsawan, grup sandiwara musikal Melayu, di mana ia jadi penyanyi sekaligus pemain biola. Nah, di sinilah awal ketertarikannya pada dunia panggung. Umur 16 tahun, Zainul memutuskan untuk merantau ke Batavia (Jakarta) dan bekerja sebagai pegawai di Perusahaan Air Minum (PAM). Tapi, nggak lama setelah itu, ia banting setir jadi guru dan mendirikan balai pendidikan untuk orang dewasa di Jatinegara, namanya Perguruan Rakyat.

Setelah itu, Zainul makin aktif di berbagai kegiatan, dari seni Samrah khas Betawi sampai terjun ke dunia politik. Ia mendirikan kelompok Samrah bernama Tonil Zainul, dan dari situ ia bertemu Djamaluddin Malik, tokoh perfilman nasional, yang jadi sahabatnya. Nggak lama kemudian, mereka bergabung dengan Gerakan Pemuda Ansor, dan kemampuan Zainul dalam berpidato membuatnya dilirik tokoh-tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU). Karir politiknya makin bersinar setelah Jepang menduduki Indonesia, di mana Zainul terlibat dalam pembentukan pasukan Hizbullah, dan ia pun dipercaya sebagai panglima.

Di masa kemerdekaan, Zainul berperan penting dalam memimpin Laskar Hizbullah selama Revolusi, khususnya saat Agresi Militer I dan II. Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI pada 1949, ia kembali ke parlemen sebagai wakil Masyumi dan kemudian NU setelah partai itu berpisah dari Masyumi. Karirnya terus menanjak, hingga ia menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I.

Sayangnya, hidup Zainul berakhir tragis. Pada 14 Mei 1962, saat shalat Idul Adha bersama Presiden Sukarno, ia tertembak oleh seorang pemberontak DI/TII yang mencoba membunuh Sukarno. Setelah bertahan selama hampir setahun, Zainul Arifin meninggal pada 2 Maret 1963. Hanya dua hari setelah wafatnya, secara resmi Presiden Soekarno meneken SK pengangkatan Zainul Arifin sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 4 Maret 1963. Sosoknya akan selalu dikenang sebagai pejuang, ulama, dan politisi yang memberikan kontribusi besar bagi Indonesia.

Belum ada Komentar untuk "Pahlawan dari Barus: Perjalanan K.H. Zainul Arifin yang Menginspirasi"

Posting Komentar